Apa
ini? Sudah hampir setengah empat pagi!
Ini adalah malam kesekian di mana aku
tak dapat lagi tertidur dengan pulas. Jangankan pulas, rasa kantuk pun seolah
sedang pergi berjalan-jalan dan lupa untuk kembali pulang. Ah, menyoal tentang
tidur, aku jadi kembali teringat ocehan-ocehan bawel yang sering mampir di
telinga atau lewat pesan singkat “Tidur itu hanya tinggal memejamkan mata. Biarkan
otak berhenti dulu bekerja. Dia juga butuh istirahat!” atau kalimat-kalimat
senada yang tak pernah bosan ku dapatkan tentang larangan begadang.
Ini sudah malam kesekian, dimana aku
tak bisa menjangkau kamu. Bukan lagi karena jarak, tapi perkara orang-orang di masa
lalu yang rasanya perlahan berubah menjadi benalu. Bukan pula karena tak ada
kesempatan, tapi keadaan yang selalu saja sukses dijadikan kambing hitam.
Kamu terus saja memintaku untuk diam,
tak memberimu erangan. Mungkin kamu (tidak sengaja) lupa atau memang kamu
(pura-pura) tidak tahu, aku selalu saja geregetan jika harus menunggu sesuatu
yang belum terselesaikan. Kuajak kau berbincang, tapi sekali lagi kamu meminta
diam. Baiklah, mungkin memang itu yang kamu butuhkan. Aku akan diam seperti
yang kamu minta. Tapi bolehkan aku balik meminta? Tolong jangan terlalu lama! Aku
takut nanti rasaku tak lagi sama.
Hari makin beranjak pagi. Aku masih
terjaga dengan banyak pertanyaan mengapa yang memenuhi isi kepala. Jika aku
boleh berumpama, rasanya seperti ada di atas bianglala yang terhenti di udara. Mataku
lapang, luas memandang sekitaran. Tapi sekelilingku hanya ada padang pasir
gersang yang tak bertuan. Aku pun merasakan kekeringan, butuh minuman.
Hari sudah pagi. Aku masih saja
mengharap ada hati di sana yang masih peduli, mengingat kalau aku juga punya
hati yang belum bisa lupa bagaimana rasanya kecewa.
*sebuah part fiksi menjelang pagi dengan
nyamuk-nyamuk yang kubiarkan merdeka sampai akhirnya mereka mati karena kekenyangan
dan tak mampu lagi untuk terbang.*
-Puspa Rini.190512-
*photo taken from kfk.kompas.com*