Copyright © ...Pecinta Kata dan Senja...
Design by Dzignine
Minggu, 20 Mei 2012

Balada Senja dan Hujan

          Akulah Senja yang merindukan Hujan. Tak jadi masalah jika langitku tak lagi berwarna oranye atau kemerahan. Berganti dengan gumpalan cumulusnimbus berwarna abu-abu kelabu saat Hujan datang. Karena hanya bersama Hujan, aku merasa nyaman.

         Tapi entah mengapa, Hujan sedang tak bertuan. Ia memilih mendatangi Pagi untuk dibasahi. Saat hujan kembali datang, Senja kecewa. Dengan luka yang ia bawa, Senja tahu ada yang tak lagi sama. Maka ia pun meminta pada Hujan. Haruskah kita kembali berkenalan???

*dalam sebuah komunikasi fatik di pagi hari.*

-Puspa Rini. 190512-
Sabtu, 19 Mei 2012

Sebut Saja ini FIKSI


     
           Apa ini? Sudah hampir setengah empat pagi!
       Ini adalah malam kesekian di mana aku tak dapat lagi tertidur dengan pulas. Jangankan pulas, rasa kantuk pun seolah sedang pergi berjalan-jalan dan lupa untuk kembali pulang. Ah, menyoal tentang tidur, aku jadi kembali teringat ocehan-ocehan bawel yang sering mampir di telinga atau lewat pesan singkat “Tidur itu hanya tinggal memejamkan mata. Biarkan otak berhenti dulu bekerja. Dia juga butuh istirahat!” atau kalimat-kalimat senada yang tak pernah bosan ku dapatkan tentang larangan begadang.
       Ini sudah malam kesekian, dimana aku tak bisa menjangkau kamu. Bukan lagi karena jarak, tapi perkara orang-orang di masa lalu yang rasanya perlahan berubah menjadi benalu. Bukan pula karena tak ada kesempatan, tapi keadaan yang selalu saja sukses dijadikan kambing hitam.
      Kamu terus saja memintaku untuk diam, tak memberimu erangan. Mungkin kamu (tidak sengaja) lupa atau memang kamu (pura-pura) tidak tahu, aku selalu saja geregetan jika harus menunggu sesuatu yang belum terselesaikan. Kuajak kau berbincang, tapi sekali lagi kamu meminta diam. Baiklah, mungkin memang itu yang kamu butuhkan. Aku akan diam seperti yang kamu minta. Tapi bolehkan aku balik meminta? Tolong jangan terlalu lama! Aku takut nanti rasaku tak lagi sama.
        Hari makin beranjak pagi. Aku masih terjaga dengan banyak pertanyaan mengapa yang memenuhi isi kepala. Jika aku boleh berumpama, rasanya seperti ada di atas bianglala yang terhenti di udara. Mataku lapang, luas memandang sekitaran. Tapi sekelilingku hanya ada padang pasir gersang yang tak bertuan. Aku pun merasakan kekeringan, butuh minuman.
       Hari sudah pagi. Aku masih saja mengharap ada hati di sana yang masih peduli, mengingat kalau aku juga punya hati yang belum bisa lupa bagaimana rasanya kecewa.


*sebuah part fiksi menjelang pagi dengan nyamuk-nyamuk yang kubiarkan merdeka sampai akhirnya mereka mati karena kekenyangan dan tak mampu lagi untuk terbang.*
      
-Puspa Rini.190512-

*photo taken from kfk.kompas.com*