Copyright © ...Pecinta Kata dan Senja...
Design by Dzignine
Senin, 17 Desember 2012

cara kami berbalas rindu



Langit : jemari kita terkadang lama tak bersentuh.
banyak kata yang hanya berputar di hati membuat gumpalan angan menyelimuti malam.
rindu jadi nyanyian yang datang dari surga, mengikat lamunan dalam tatapanmu yang kian sendu.
kita tak berencana, tapi perahuku selalu menuju pantaimu.
dan cuma senjamu, akhir petaku..
(arifrahman)
Senja : sajakmu jadi makan malam penuh asa. sudah terhidang sejak tadi di piring penuh tawa. aku menamainya sebagai bagian kecil dari bahagia.
ah, tapi gelasku tak pernah penuh. aku selalu haus akan kamu. bertemu sekejap tak lantas menghapus rindu. rasanya, tak pernah cukup waktu.
maka saat kau bertanya, kapan kita akan pulang ke rumah yang sama? aku segera mengamininya dalam sebuah doa.
(pusparini)
Kamis, 13 Desember 2012

Waktu adalah...


waktu adalah kamu...
masa penantian di mana hari-hari dipenuhi rindu ingin selalu bertemu

waktu adalah tawa...
bahagia yang sederhana serupa melihat senja dari atas bianglala

waktu adalah amarah...
yang kemudian mengajarkan aku dan kamu bersabar menghadapi banyak masalah

waktu adalah takdir...
seringkali menjauhkan tapi selalu bisa membawa kita kembali dalam dekapan

waktu adalah cita-cita...
segala usaha dan doa untuk mengubah aku dan kamu menjadi kita 
selamanya


-pada Langit yang pelukannya paling mendamaikan sejagat raya setelah mama tiada-

Senin, 03 Desember 2012

random conversation

mungkin gue ketulah. dulu sering banget ngegodain Langit kaya kuda nil. terus lama-lama gue jadi suka sama kuda nil beneran. maka terjadilah percakapan random di bawah ini pada suatu ketika..

gw : kamu nggak kangen nengokin temen kamu yang lagi ngobak di kebun binatang?
Langit : apaan? badak? itu kan kamu.
gw : kuda nil kaleeee..ayo liat kuda nil! kalo nggak nanti kita miara anak kuda nil ya yoooonk. nanti bikin rumah buat kuda nil berendem juga hehe
Langit : ngasih makannya gimana?
gw : diajarin aja jadi vegetarian dari masih bayi.
Langit : yang bener aja -___-"
gw : haaa lucu kali ya yonk anak kuda nil digendong-gendong ahahaha
Langit : -seketika hening-

Seratus Tiga Puluh Lima :)




November sudah berlalu, sayaang
Kita punya banyak kisah yang terjejak di sana untuk disimpan menjadi cerita
cerita perjalanan masa yang membuat kita tertawa saat mengingatnya di usia senja

Inilah Desember..
Siapkan earphone di telinga, untuk memutar kembali lagu  Efek Rumah Kaca
Inilah bulan yang cuacanya selalu engkau suka
Di mana angin lebih rajin menghantarkan rindu yang terjeda
Langit terlukis begitu sempurna memanjakan mata
Dan hujan akan sering menyapa kita
Mengingatkan untuk selalu saling mendamaikan, menjaga hati pemberian Tuhan.

Menjelang penghujung tahun, sayaaang...
Masih ingatkah kamu ribuan hari yang sudah kita lalui?
cerita kita begitu mejikuhibiniu, bukan?
Jangan minta aku untuk membukukan..
kenang saja dalam buku hati kita yang masih akan terus membalik halaman

Terima kasih untuk selalu ada saat aku berhenti di titik biru
Memberi jeda di saat merah menguasai kita
Dan datang membawa warna cerah di saat aku merasa abu-abu

selamat mengulang tanggal tiga yang ke seratus tiga puluh lima...
semoga takdir tetap menjadikan kita berada dalam satu garis yang sama
Love u as always :)
Jumat, 02 November 2012

Hell-o November!




Menjumpaimu pada senja yang mulai temaram hendak menjemput malam. Engkau membuka pintu dengan tatapan yang entah menuju kemana. Senyummu tak lagi sama. Aku tahu, ada banyak lelah yang hinggap di sana. Namun tanganmu masih lebar-lebar menyambutku seperti biasa. Tanpa perlu banyak bicara, pelukanmu sudah mengatakan segalanya. Ah, sebegitu beratnyakah?

Banyak sunyi yang kita bagi. Jika sudah ku tatap kau langsung ke bola mata, engkau memilih diam atau sekedar mengalihkan pandangan. Banyak kata yang berseliweran di kepala, tapi selalu menjadi urung untuk kutanyakan. Aku menghargai apa yang kamu minta dengan memberi diam. Maka kau hanya semakin erat menggenggam dan membenamkan aku dalam pelukan tanpa ada satu kalimat penjelasan. Ah, sebegitu beratnyakah?

Hening jadi teman kita hingga pagi. Pagi pertama di bulan November. Engkau masih tak berkata-kata. Engkau memilih mengungkapkannya melalui pesan singkat meski jarak kita hanya sehasta. “selamat datang di November”. Hanya itu pesan singkatmu, tak ada harap atau syukur seperti bulan-bulan sebelumnya. Ah, sebegitu beratnyakah?

Sajak panjangmu menjadi sarapanku pagi ini. Kau jabarkan segalanya melalui kata-kata yang telah bermetafora tentang bagaimana dunia yang terus menantang untuk minta dikalahkan. Dunia yang sedang sering singgah dan bertengger di atas bahumu, menyesakkan hatimu, dan memberatkan langkahmu. Dunia yang membuatmu mulai merasa kelelahan karena seolah tak memberikanmu jeda untuk sekedar menghela nafas walau sebentar saja. Ah, ternyata memang seberat itu.

Aku tahu, masih akan ada banyak mendung yang akan menjelang berhari-hari ke depan. Tapi bukankah kita sama-sama mencintai hujan? Bukankah mendung sudah serupa hidangan pembuka yang selalu kita nantikan sebelum menyantap makanan kesukaan? Jadi untuk apa terus dirisaukan?

Aku melepaskan genggaman tangan. Lantas mengetikkan sebuah kalimat yang kukirimkan menujumu. “Sudahlah sayang, November bukankah memang dari dulu selalu begitu?” Engkau tersenyum, kemudian tertawa lepas tanpa beban seolah semua sudah hilang. “Heiy, kamu sudah pulang!” aku berteriak girang.

Jadi, sudahlah sayang, buat apa dirisaukan. Dari dulu, November memang selalu begitu, bukan? Tersenyum saja karena Tuhan sudah menyiapkan jalan lewat setiap usaha dan doa kita yang kita lakukan.

Fiksi.menjelang senja. sehari sebelum tanggal tiga. 

Minggu, 23 September 2012

Sebelas itu Seratus Tiga Puluh Dua, dan itu Kita




SEPTEMBER. Kami selalu menyukai September. Ada banyak momen penting di tanggal-tanggal sakral yang sudah kami tandai. Di awal September misalnya, kami akan selalu penuh suka cita saat mengulang tanggal tiga. Hal itu menjadi begitu istimewa tepat di September ini, karena sebelas menjadi angka milik kami.
            Sebelas, bukanlah waktu yang sebentar jika merujuk pada ukuran tahun. Ya, kamu pasti bisa bayangkan itu. Perjalanan panjang itu penuh liku. Suatu waktu, kami pernah dengan arogannya saling menyakiti dengan berpura-pura tak merasa pada hati yang sebenarnya masih ingin bersama. Lantas, kami memilih untuk melepas pelukan. Kami memilih berbelok untuk membuat cerita baru di mana bukan kami yang menjadi toko utama ceritanya. Kami memang tak lagi berpelukan, namun kami tak pernah melepaskan genggaman tangan. Setiap hari selalu saja ada cerita dari masing-masing kami tentang tokoh cerita baru yang kami punya. Kami tetap bertatap dengan saling ceria dan penuh tawa meski seringnya terlintas rasa kecewa dan tak rela. Kami menyimpannya sebagai diam yang berpenghuni di relung paling dalam.
            Hatilah yang kemudian menuntun kami kembali pada jalur yang dulu di satu titik kami pernah berhenti. Tapi tak semudah itu pada kenyataannya. Kami justru punya musuh besar baru yang membuat cerita seringnya jadi sendu. Kesibukan terlalu menyita waktu, dan komunikasi pada waktu itu tidak begitu saja dapat terbantu melalui telepon seluler atau dunia maya. Ya, sekarang jaraklah yang menjadi musuh besarnya. Bertahun mengiba pada jarak membuat kami seringnya menatap pada langit yang sama, bercerita pada senja, namun dari tempat yang berbeda.
            Senja tak lagi sama beberapa tahun berikutnya. Aku seringnya melihat lembayung yang dibayangi mendung. Tak ada kabar berita, aku seolah tak tahu Langit-ku berada di mana. Tak ada satu pun petunjuk yang aku punya untuk memecahkan misteri, mencari jejak kaki. Aku kehilangan, tak ada lagi pegangan selain Tuhan.
            Tapi rasanya takdir senang bermain dengan kami. Aku yang hampir putus asa berbulan-bulan mencari, suatu hari dipertemukan kembali. Kami percaya bahwa tidak ada yang pernah kebetulan. Segala sesuatu pasti sudah digariskan. Maka kami percaya, inilah takdir Tuhan. Karena sejauh apapun kami mencoba pergi berlari, kami pasti kembali seolah Tuhan selalu punya cara-Nya sendiri untuk menyatukan kami.
            Jadi di sinilah kami, dengan segala upaya melewati banyak duri dan menghancurkan banyak batu besar menjadi kerikil yang kemudian kami sentil. Kami kembali meneruskan perjalanan dalam buku cerita kami yang akan masih terus membalik halaman untuk sebuah akhir yang kami percayai itu bernama BAHAGIA.

            Inilah September, milik aku dan kamu. September milik kita. Terima kasih untuk selalu ada saat aku berhenti di titik biru, memberi jeda  di saat merah menguasai kita, dan datang memberi warna cerah saat aku merasa abu-abu. Selamat mengulang tanggal tiga untuk kamu, lelaki yang kunamai Langit, tempat ternyaman untukku kembali pulang. Selamat Ulang Tahun untuk kita yang kesebelas tahun lamanya. Semoga takdir selalu menjaga aku dan kamu tetap ada dan bersama hingga di akhir cerita.




"...i'll always look back as i walk away
this memory ill last for eternity
and all ouf tears will be lost in the rain
when i've found my way back to your arms again..."
(Westlife - Queen of My Heart)
Minggu, 20 Mei 2012

Balada Senja dan Hujan

          Akulah Senja yang merindukan Hujan. Tak jadi masalah jika langitku tak lagi berwarna oranye atau kemerahan. Berganti dengan gumpalan cumulusnimbus berwarna abu-abu kelabu saat Hujan datang. Karena hanya bersama Hujan, aku merasa nyaman.

         Tapi entah mengapa, Hujan sedang tak bertuan. Ia memilih mendatangi Pagi untuk dibasahi. Saat hujan kembali datang, Senja kecewa. Dengan luka yang ia bawa, Senja tahu ada yang tak lagi sama. Maka ia pun meminta pada Hujan. Haruskah kita kembali berkenalan???

*dalam sebuah komunikasi fatik di pagi hari.*

-Puspa Rini. 190512-
Sabtu, 19 Mei 2012

Sebut Saja ini FIKSI


     
           Apa ini? Sudah hampir setengah empat pagi!
       Ini adalah malam kesekian di mana aku tak dapat lagi tertidur dengan pulas. Jangankan pulas, rasa kantuk pun seolah sedang pergi berjalan-jalan dan lupa untuk kembali pulang. Ah, menyoal tentang tidur, aku jadi kembali teringat ocehan-ocehan bawel yang sering mampir di telinga atau lewat pesan singkat “Tidur itu hanya tinggal memejamkan mata. Biarkan otak berhenti dulu bekerja. Dia juga butuh istirahat!” atau kalimat-kalimat senada yang tak pernah bosan ku dapatkan tentang larangan begadang.
       Ini sudah malam kesekian, dimana aku tak bisa menjangkau kamu. Bukan lagi karena jarak, tapi perkara orang-orang di masa lalu yang rasanya perlahan berubah menjadi benalu. Bukan pula karena tak ada kesempatan, tapi keadaan yang selalu saja sukses dijadikan kambing hitam.
      Kamu terus saja memintaku untuk diam, tak memberimu erangan. Mungkin kamu (tidak sengaja) lupa atau memang kamu (pura-pura) tidak tahu, aku selalu saja geregetan jika harus menunggu sesuatu yang belum terselesaikan. Kuajak kau berbincang, tapi sekali lagi kamu meminta diam. Baiklah, mungkin memang itu yang kamu butuhkan. Aku akan diam seperti yang kamu minta. Tapi bolehkan aku balik meminta? Tolong jangan terlalu lama! Aku takut nanti rasaku tak lagi sama.
        Hari makin beranjak pagi. Aku masih terjaga dengan banyak pertanyaan mengapa yang memenuhi isi kepala. Jika aku boleh berumpama, rasanya seperti ada di atas bianglala yang terhenti di udara. Mataku lapang, luas memandang sekitaran. Tapi sekelilingku hanya ada padang pasir gersang yang tak bertuan. Aku pun merasakan kekeringan, butuh minuman.
       Hari sudah pagi. Aku masih saja mengharap ada hati di sana yang masih peduli, mengingat kalau aku juga punya hati yang belum bisa lupa bagaimana rasanya kecewa.


*sebuah part fiksi menjelang pagi dengan nyamuk-nyamuk yang kubiarkan merdeka sampai akhirnya mereka mati karena kekenyangan dan tak mampu lagi untuk terbang.*
      
-Puspa Rini.190512-

*photo taken from kfk.kompas.com*

Jumat, 17 Februari 2012

lets make tattoos :)






sometimes we looks like little kid :)

Apalah artinya bunga yang nantinya bisa layu setelah berhari-hari kuletakkan dalam vas berisi air?
Apa pula artinya sajak yang kau ucapkan lantas menguap begitu saja di udara?
Tak perlu bunga atau sajak penuh kalimat mempesona layaknya abege yang sedang jatuh cinta.
Cukup kamu saja, karena kamulah dunia.
Ini bukan valentine, tapi puding cokelat dengan kamu di hadapan.
Lantas kita memakannya lahap dengan penuh senyuman.
Terima kasih sayang :)
Rabu, 15 Februari 2012

Merangkak Menuju Pagi

            Hampir jam enam pagi dan hoaaahm....aku menguap untuk kesekian kali. Kuintip lewat jendela, langit masih sedikit gelap di atas sana. Mungkin mendung akan datang lagi melihat tak ada paparan langit berwarna kemerahan pertanda pagi telah datang.
            Aku masih dengan posisi yang sama. Duduk setia di depan leptop berwarna merah muda pemberian mama, sambil menyalakan tv dengan tayangan kartun yang aku suka hanya untuk memberi suara agar aku tak merasa sepi. Di luar sana kokok ayam mulai bersahutan tapi aku masih saja tak bisa terpejam. Alih-alih merasa lapar dan menginginkan bubur ayam, aku segera mengenakan sweater tebal berwarna abu-abu dan bersiap membuka pintu. Ah, hawa dinginnya serasa membuatku harus memakai berlapis-lapis baju. Lantas aku urung, kembali menutup pintu dan kembali ke posisiku semula. Duduk manis di depan leptop merah muda.
             Aku diam sepersekian menit, terhenyak saat membuka blog yang hampir terlantar ini, menyadari bahwa kemarin-kemarin skripsi membuatku tak berkutik untuk mengetik kumpulan aksara di sini. Otakku penuh dengan istilah yang berkaitan dengan metode fenomenologi. Sedihnya karena aku juga menyadari betapa aku tak bisa mengatur waktu dan mematuhi aturan yang kubuat sendiri untuk melatih bermain dengan aksara meskipun cuma bertelur satu kalimat saja. Maka, di sinilah aku sekarang. Mengetik aksara yang terlitas begitu saja di kepala :)
             Jika kau bertanya, sebenarnya apa yang hendak aku tuliskan? hmmm...aku akan menjawabnya dengan entah :) Terlalu banyak kisah yang sudah terjadi selama beberapa bulan terakhir. Semuanya sudah tersimpan rapi dalam memori yang rasanya sekarang sudah terlalu larut untukku memaksa membuka arsip di memori. Jangan protes kalau kamu menyesal membaca tulisan ini yang pada akhirnya geje ini hihihi. Hari sudah makin pagi. Aku yang bak kalelawar, hendak kembali pulang ke peraduan, kasur dengan selimut tebal yang membuat nyaman.
              Janganlah marah, nanti pasti aku akan cerita dengan cara tuturku seperti biasa. Aku sudah membulatkan tekad untuk tidak membuat blog ini mati suri (untuk yang kesekian kali). Jadi, aku sudahi dulu saja ya. Biar nanti akan ada banyak kisah yang tertulis lagi di sini.
             Selamat pagi dan selamat tidur :)